
Al-Faruq Umar bin Khattab,
semoga Allah merahmatinya, ia punya kisahnya sendiri. Suatu waktu di
majelis itu Umar berkata, “Aku berharap Allah ‘azza wa jalla memenuhi
ruangan ini dengan orang-orang seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, sehingga
aku bisa mengirimnya berjihad di jalan Allah”. Umar berharap Islam akan
tegak di dunia ini. Umar berharap Islam bisa tersebar seluas-luasnya.
Umar berharap ada orang-orang yang akan menegakkan dan menyebarkan
Islam, meninggikan agama ini. Umar, dengan rasa cintanya, mengharapkan
ada orang-orang yang akan berada di jalan ini, di jalan dakwah,
menebarkan cinta dan cahaya Islam ke segenap penjuru alam.
Sahabat, semua ini tentang cinta. Ini
tentang cinta. Kalau bukan karena cinta, tidak mungkin agama ini sampai
pada kita. Kalau bukan karena cinta, tidak mungkin Abu Ubaidah rela
melewati perjalanan berat untuk menjalankan perintah rasul-Nya. Kalau
bukan karena cinta, tidak mungkin Umar rela mempertaruhkan nyawa demi
tersebarnya Islam di masa kekhalifahannya. Kalau bukan karena cinta,
tidak mungkin Rasulullah memikirkan umatnya menjelang wafatnya. Sahabat,
sungguh, kalau bukan karena cinta, tidak mungkin dakwah ini sampai pada
kita.
Ingatlah ketika dulu dakwah ini sampai
pada kita. Dia sampai bukan sebagai amanah, dia mencerahkan. Ketika dulu
kita tidak mengerti siapa dan untuk apa kita hidup, dakwah mengajarkan
kita menjadi seseorang yang hidup untuk orang lain. Ketika dulu kita
tidak tahu harus kemana saat sedih, dakwah mengajarkan kita untuk selalu
mengingat-Nya. Ketika dulu kita selalu mengeluh atas takdir-Nya. dakwah
mengajarkan kita untuk ikhlas pada setiap ketentuan-Nya. Ketika dulu
kita merasa sebagai sosok yang lemah, dakwah mengajarkan kita untuk
berjuang sehingga menjadikan diri ini diri yang kuat. Dakwah itu cinta,
dakwah mengajari banyak hal.
“Katakanlah (Muhammad), inilah jalanku (agamaku), aku dan orang-orang yang mengikutiku, mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik” – Q.S Yusuf : 108
Dakwah adalah jalan yang ditempuh oleh
Rasulullah dan orang-orang yang mengikutinya. Dakwah adalah tentang
kecintaan dan kesungguhan kerja guna mendatangkan manfaat serta kebaikan
bagi manusia. Dakwah sampai kepada kita dengan membawa limpahan
kebaikan. Dakwah sampai kepada kita bukan sebagai amanah, dia
mencerahkan.
Sahabat, “aku ingin jadi orang baik”,
pernahkah kau berkata demikian? Aku pernah. Pernahkah dalam hatimu kau
merasa ada teman yang kau sangat inginkan dia untuk berada bersama
denganmu di jalan kebaikan ini? Pernahkah kau merasa senang ketika
mendengar kabar kalau temanmu kini sudah bisa shalat? Saudara
perempuanmu kini berhijab. Ibumu, ayahmu, mereka kini bisa mengaji.
Pernahkah kau membayangkan keluargamu, lingkunganmu, orang-orang di
negerimu ini, semuanya dipenuhi dengan senyuman, semuanya saling sapa,
semuanya saling mengasihi. Negeri dengan orang-orang yang dalam hatinya
dipenuhi dengan kecintaan pada syariat-Nya. Itu karena dakwah, karena
kecintaan terhadap dakwah.
Sahabat, untuk itulah dakwah. Begitulah
dakwah mengajarkan kita. Dakwah bukan sekedar tentang kewajiban, dakwah
bukan tentang kisah-kisah kesengsaraan apalagi keserakahan pada
kekuasaan dunia. Dakwah adalah tentang cinta, mengambil cinta di langit
dan menyebarkannya ke bumi.
Jika kau merasa dakwah ini begitu
berharga bagimu, tidakkah kau ingin orang lain merasakannya pula? Kalau
iya, maka sampaikahlah padanya, bersamalah dengan dakwah. Yakinlah
dengan jalan ini, bergabunglah disini, kuatlah disini. Kemudian
bertebaranlah, sampaikanlah cahaya yang sampai padamu itu pada tiap
orang yang kau jumpai. Kalau belum tergerak hatimu untuk bersama disini,
ingatlah bahwa kapanpun kamu mau, kau bisa pulang kesini, kau bisa
bertemu dengan teman-temanmu disini. Dan saat itu, ingatkanlah aku
jikalau nanti dalam perjalananku justru aku mengecewakanmu. Ingatkan aku
ketika aku hendak meninggalkanmu di jalan dakwah. Sahabat, kita bertemu
dalam dakwah, dan semoga kita bisa bersama dalam dakwah.
“Jika bersama dakwah saja kau serapuh itu, bagaimana mungkin jika seorang diri? Sekuat apa kau jika seorang diri?” – K.H Rahmat Abdullah