
Gua Hira punya nilai historis yang tak bisa dilepaskan dari sejarah Islam. Di tempat inilah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah yang pertama kalinya melalui malaikat Jibril.
Dalam rangkaian perjalanan haji, selain melakukan rukun dan sunah haji,
ziarah pada tempat-tempat yang lekat dengan sejarah Islam sering
dilakukan para jamaah. Gua Hira bisa menjadi salah satu tujuan ziarah.
Letaknya tak begitu jauh dari Masjidil Haram, sekitar enam kilometer.
Tapi, gua ini berada di tempat yang tinggi nan curam, di atas Jabal Nur.
Lima meter sebelum mencapai puncak gunung cahaya, kita bisa menemukan
Gua Hira yang sangat bersejarah ini.
Zuhairi Misrawi dalam buku yang ditulisnya Mekkah: Kota Suci, Kekuasaan,
dan Teladan Ibrahim menjelaskan, dari Masjidil Haram jamaah bisa menuju
ke arah timur laut jika ingin pergi gunung setinggi 621 meter tersebut.
“Untuk sampai ke atas Jabal Nur, butuh waktu sekitar satu jam,”
jelasnya.
Guanya sendiri berukuran sangat sempit. Biasanya, hanya bisa dimasuki
dua orang saja. Ada dua pintu masuk yang sempit. Sedangkan, panjang gua
enam meter dengan ketinggian dua meter, dan lebar 1,30 meter.
Walaupun ukurannya sangat kecil, gua ini diburu oleh jutaan orang,
apalagi ketika musim haji. Meski jalan menuju tempatnya sangat curam dan
berbatu, orang-orang dengan rela berebutan ke sana, bahkan sebelum
fajar menyingsing.
Medan untuk menuju ke Gua Hira ini sangat sulit. Tak ada titian tangga
yang teratur dan terjamin keamanannya. Satu-satunya jalan menuju kesana
adalah harus meniti batu-batu terjal nan tajam. Jalan bertangga dari
batu yang ditumpuk, tidak ada sepenuhnya, hanya tiga perempat dari
perjalanan saja.
Namun, ketika sudah mendekati puncak, medannya tidak terlalu ekstrem
lagi. Dengan jalur seekstrem ini, harusnya hanya laki-laki yang bisa
sampai ke puncak gunung ini. Namun, ajaibnya, banyak pula jamaah
perempuan yang mampu menuju ke tempat ini.
Para jamaah rela menempuh medan yang sangat sulit, hingga berjubel-jubel
demi bisa masuk ke Gua Hira ini. Saling dorong, saling sikut, biasa
terjadi. Jika tidak berhati-hati, bisa juga jatuh dan terluka, bahkan
meninggal.
Melihat medan ekstrem dan bahaya yang mengancam, sebenarnya Pemerintah
Arab Saudi tidak menganjurkan para jamaah untuk mendaki gunung ini.
Ini terlihat pada papan pengumuman Pemerintah Arab Saudi di jalan masuk
menuju gunung. Imbauan ini ditulis dalam beberapa bahasa Arab, termasuk
bahasa Indonesia yang berbunyi,
“Saudara kaum Muslim yang berbahagia: Nabi Muhammad SAW tidak
menganjurkan kita untuk naik ke atas gunung ini, begitu pula shalat,
mengusap batunya, mengikat pohon-pohonnya, dan mengambil tanah, batu,
dan pohonnya. Dan kebaikan adalah dengan mengikuti sunah Nabi SAW, maka
janganlah Anda menyalahinya.”
Meski telah ditulis larangan seperti ini, tak menyurutkan jumlah jamaah
yang menuju ke sana. Apalagi, ketika mendekati musim haji seperti saat
ini, jumlah jamaah yang menuju ke Jabal Nur akan semakin banyak.
Ketika sudah sampai puncak Jabal Nur, jamaah harus turun lagi sekitar
lima meter di baliknya. Di situlah baru sampai di Gua Hira. Ada tulisan
besar dengan warna merah, “Ghor Khira” di atasnya.
Di atas tulisan itu, juga tertulis dua awal ayat surah al-Alaq yang ditulis dengan warna hijau. Ya, di sinilah wahyu Alquran pertama kali diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
Wahyu pertama tersebut adalah suara yang diteruskan oleh Malaikat Jibril yang terwujud dalam lima ayat pertama dari surah al-Alaq. Ayat pertama, berbunyi iqra’ atau yang berarti “bacalah”.
Di atas tulisan itu, juga tertulis dua awal ayat surah al-Alaq yang ditulis dengan warna hijau. Ya, di sinilah wahyu Alquran pertama kali diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
Wahyu pertama tersebut adalah suara yang diteruskan oleh Malaikat Jibril yang terwujud dalam lima ayat pertama dari surah al-Alaq. Ayat pertama, berbunyi iqra’ atau yang berarti “bacalah”.